BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Keberadaan hadis sebagai salah satu sumber
ajaran islam memiliki perkembangan dan penyebaran yang kompleks. Sejak dari msa
prakodifikasi, zaman nabi, sahabat, dan tabiin hingga setelah pembukuan.
Sebelum masa pembukuan, penulisan hadits seringkali menjadi bahan kontroversi dikalangan sebagian kaum
muslim maupun non muslim. Ada sebagian yang menolak untuk menerima otontisitas
hadis nabi lantaran mereka berargumen bahwa hadist nabi ditulis dan dibukukan
dua abad setelah wafatnya Rasulullah.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian kutubus sittah?
2. Macam-macam kutubus sittah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian kutubus sittah
Kutubus
Sittah (Arab:الكتب السته)
dalam Bahasa Indonesia berarti 'Enam Kitab', adalah sebutan yang digunakan
untuk merujuk kepada enam buah kitab induk Hadits dalam Islam.[1]
Keenam
kitab ini merupakan kitab hadits yang disusun oleh para pengumpul hadits yang
kredibel. Kitab-kitab tersebut menjadi rujukan utama oleh para pemeluk Islam
dalam merujuk kepada perkataan Nabi Muhammad. Kutubus Sittah digunakan untuk
menyebut enam kitab induk hadits, yaitu Shahih Al Bukhari, Shahih Muslim, Sunan
An Nasa`I, Sunan Abi Dawud, Sunan At Tirmidzi, dan Sunan Ibnu Majah.
B. Macam-macam kutubus sittah
a) Kitab Sahih al-Bukhari
Kitab Sahih Al-Bukhari judul lengkapnya adalah
Al-jami’ al-musnad al-mukhtasar min umuri Rasulillah wa sunanihi wa Ayyamihi.
Kitab ini disusun selama enam belas tahun, dimulai saat imam al-Bukhari berada
di masjidil haram, Mekah, dan diselesaikan di masjid Nabawi, kitab ini berisi
7.275 hadis, dikarenakan banyak yang diulang, jika tidak diulang, jumlah hadits
yang ada didalamnya sebanyak 4.000 buah hadits. Jumlah hadits sebanyak itu disusu oleh imam
al-Bukhari dsn gurunya Syeikh Ishaq.[2]
Imam al-Bukhari terkenal memiliki daya hafal
yang sangat tinggi. Satu juta hadits yang beliau koleksi dari berbagai kota dan
dari puluhan ribu rawi tersebut mampu beliau hafal. Tidak semua hadis yang
beliau hafal kemudian diriwayatkan dan dituangkan kedalam kitabnya, melainkan
diseleksi terlebih dahulu secara ketat dengan menetapkan syarat-syarat.
Imam
al-Bukhari menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah hadis untuk
dapat disebut sebgai hadis sahih. Syarat-syarat yang ditetapkan oleh imam
al-Bukhari sebagai berikut:
1. Perawinya harus seorang muslim yang jujur, berakal sehat, tidak mudallis,
tidak menipu, tidak mengada-ada, tidak mukhtalit antara yang haq dan yang
batil, serta tidak bergaul dengan orang-orang jahat, adil, dabit, sehat
pancaindera, dan tidak suka ragu-ragu.
2. Sanadnya bersambung sampai kepada Nabi Muhammad SAW.
3. Matannya tidak syadz dn tidak ber’illat
4. Perawi hadis harus mu’assirah, liqa’, dan subut sima’ihi
Kitab sahih al-Bukhari ini laksana cahaya yang
terang benderang, melebihi terangnya sinar matahari. Imam an-Nawawi mengatakan
dalam muqaddimah syarah sahih muslim “ para ulama sepakat bahwa buku yang
paling Sahih setelah Al-Quran adalah dua itab sahih, yaitu sahih al-bukhari dan
sahih muslim”
Kitab
sahih al-bukhari selain sangat berguna bagi umat islam, ia mampu menginspirasi
para ulama yang lain untuk berkarya. Sebagai bukti, banyak ulama-ulama ahli
hadis yang juga menyusun kitab sejenis dengannya. Selain itu, ada pula ulama
yang menyusun kitb-kitab syarah, sebagai pemapar dan penjelas, dari kitab sahih
al-Bukhari, adapun kitab-kitab yang men-syarah (memaparkan dan menjelaskan)
sahih al-Bukhari ada 82 buah, antara lain:
·
Kitab ‘umdatul qari’ syarh sahih al-bukhari
oleh al-allamah badruddin al-aini
·
Kitab at-tanqih, karya badruddin az-zarkasyi
·
Kitab at-tausyih, karangan jalaluddin
as-suyuti
·
Kitab a’lamua sunan, karangan al-khattabi
·
Kitab fathul bari syarh sahih al-bukhari oleh
hafidz ibnu hajar al-asqalani
·
Kitab syarh al-bukhari oleh ibnu battal dll.
Yang merupakan induk dari kitab syarah dari
sahih al-bukhari adalah fathul bari karangan al-asqalani. Sedangkan
sebaik-baiknya ringkasan (mukhtasar) dari sahih al-bukhari adalah at-tajridu
as-sahih yang disusunoleh husain ibn al-mubarak.
b) Kitab Shahih Muslim
Judul lengkap dari kitab Shahih Muslim yaitu “al-Musnad
as-Shahih al Muskhtasar minas-Sunan bi Naql al- ‘Adl ‘an Rosulillah”. Beliau mengumpulkan
hadits-hadits shahih dari Rasulullah Saw. menurut penilaiannya di
dalam kitab ini. An Nawawi berkata, “Di dalam kitab ini beliau
menerapkan metode yang sangat bagus dalam hal ketelitian, kesempurnaan, wara’,
dan ma’rifah dimana sangat jarang seorang mendapatkan petunjuk untuk melakukan
hal tersebut kecuali beberapa orang saja di beberapa masa.” Imam Muslim menghabiskan waktu kurang lebih 15
tahun untuk bisa mengumpulkan dan menyusun kitab ini. Sebelum memutuskan untuk
menulis sebuah hadis, Imam Muslim terlebih dahulu meneliti dan mempelajari
keadaan para perowi, menyaring hadis yang akan diriwayatkan dan membandingkan
riwayat satu dengan riwayat yang lain.[3]
Menurut ‘Ajjaj al Khatib, Sahih Muslim menghimpun hadis shahih sebanyak
3.030 buah hadis tanpa pengulangan dan menjadi 10.000 buah hadis dengan
pengulangan. Sementara itu menurut Ahmad bin Salamah dan Ibnu Salah, Shahih
Muslim berisi 4000 hadis tanpa pengulangan dan 12000 hadis dengan pengulangan.
Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai penghitungan mengenai jumlah hadis
pada kitab tersebut. Namun hadis yang ditulis oleh Imam Muslim dalam sohihnya
merupakan hasil seleksi yang ketat dari 300.000 hadis yang berhasil
dikumpulkannya.
Kitab Shahih Muslim memiliki karakteristik sendiri yang berbeda dengan Imam
Al Bukhori. Imam Muslim tidak mencantumkan judul-judul dalam setiap pokok
bahasan untuk menegaskan pelajaran yang terdapat dalam hadis yang beliau sebutkan
tetapi beliau lebih memilih untuk menyebutkan tambahan lafal pada hadis
pendukungnya. Dalam menuliskan hadis
pokok, beliau menambahkan hadis hadis penguat lain untuk menjelaskan kandungan
ilmu dari hadis tersebut.
Kitab yang memberikan syarh terhadap Sahih Muslim ada 15 buah, diantaranya:
1)
Al Mu’alim bil Fawaidi Muslim,
karangan al Mazary
2)
Al- Ikmal karangan al Qadi
al-‘Iyad
3)
Minhajjul Muhaddisin,
karangan an-Nawawi
4)
Ikmalul Ikmal, karngan az-Zawawi
5)
Ikmalu Ikmalil- Mu’alim, karangan
Abu Abdillah Muhammad al-Abiyi al-Abiyi al-Maliki.
c)
Kitab Sunan Abu Dawud
Kitab Sunan Abi Dawud disusun oleh Imam Abu Dawud ketika beliau ditarsus,
sebuah kota kecil di Irak, selama 20 tahun. Dari 500.000 hadis yang berhasil
dikumpulkan, Imam Abu Dawud hanya mencantumkan 480.000 hadis dalam kitab
sunannya. Kitab sunan, berbeda dengan kitab jami’, mushaf, atau yang lainnya.
Kalau Jami’ mencakup semua tema keagamaan, sedangkan sunan hanya memuat hadis
hadis yang berkaitan dengan fiqih saja. Sistematika penulisan hadis didalamnya
pun biasa mengikuti tema-tema yang lazim dalam susunan kitab fiqh. Adapun
musnad adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan sanad hadis mata rantai
periwayatan hadis dari para sahabat Nabi. Biasanya kitab musnad mendahulukan
hadis hadis yang berasal dari sahabat utama. Model kitab musnad seperti ini
dapat kita jumpai semisal pada musnad Imam Ahmad bin Hambal.[4]
Hadis hasil seleksi Imam Abu Dawud dikelompokan kedalam 35 kitab dan ratusa
bab. Masing masing kitab membicarakan satu tema pokok tertentu, sedangkan
setiap bab berisi beberapa buah hadis yang menjelaskan tema tersebut.
Kitab Sunan Abu Dawud diakui oleh mayoritas dunia muslim sebagai salah satu
kitab Hadis yang paling autentink. Beberapa kitab syarah dari Sunan Abi dawud
antara lain.:
1)
Abu Sulaiman Hamad bin Muhammad bin Ibrahim al-Khattibi menulis syarh
ma’alim as-Sunan
2)
Syaraf al-Haq abadi menulis kitab ‘Aun al-Ma’bud.
3)
Khalil Ahmad as-Sarnigari menulis Bazlul al-Ma’huj fi Halli Abi dawud.
4)
Abu Hasan Muhammad bin Abd al-Hadi as-Sanadi.
d)
Kitab Sunan An-Nasa’i
Kitab sunan
an-nasa’i termasuk salah satu dari al-kutub as-sihhah as-sittah. Sunan
an-nasa’i kitab ini terbagi menjadi dua, yaitu sunan al-kubra dan sunan
as-sugra. Sunan as-sugra disebut sunan al-mujtaba’(sunan pilihan) karena
kualitas hadis-hadis yang dimuat di sunan ini hanya hadis-hadis pilihan.
Penulisan kitan sunan as-sugra ini dilatar belakangi oleh peristiwa ketika imam
an-nasa’i memperkenakan sebuah kitab hadis kepada seorang penguasa di kota
Ramalah, Palestina, penguasa itu bertanya kepada an-nasa’i apakah didalamnya
hanya memuat hadis-hadis shahih. Imam an-nasa’i menjawab bahwa di dalam
kitabnya tersebut dimuat hadis sahih,hasan,dan yang mendekati keduanya.
Kemudian penguasa itu menyuruh untuk menuliskan hadis-hadis yang sahih saja. Kitab
imam an-nasa’i meneliti kembali hadis-hadis yang ada pada kitab sunan l-kubra,
hasilnya nebjadi ramping dan dinamakan sunan as-sugra, karena isinya pilihan,
kemudian dinamai pula sunan al-mujtaba’.[5]
Kitab
sunan yang kini beredar di kalangan umat islam adalah kitab sunan as-sugra yang
diriwayatkan oleh imam Abdul Karim an-Nasa’i, putra imam an-Nasa’i, jumlah
hadis yang terdapat dalam kitab sunan as-sugra menurut Abu Zahrah sebanyak 5761
hadis. Sedangkan sistematika penyusunannya mengikuti lazimnya sistematika kitab
fikih. Pada jilid satu, sunan as-sugra dimulai dengan kitab at-Taharah, dan
ditutub dengan kitab al-Mawaqit.
Kitab
sunan an-nasa’i adalah kitab yang kurang mendapat syarah dibanding kitab sunan
yang lain. Di antara yang menulis syarah kitab sunan an-Nasa’i adalah
Jalaluddin as-Suyuti dalam kitab Zahrur Rabbi’ ‘alal Mujtaba.
e)
Kitab Jami’/sunan at-Turmuzi
Salah satu karya
besar at-Turmuzi adalah sunan at-Turmuzi. Kitab hadis karya beliau ini termasuk
unik, ada yang menyebutnya al-jami’, lengkapnya al-jami’ at-Turmuzi. Kedua
sebutan ini sah karena memiliki argumentasi yang kuat. Disebt al-jami’ karena
temanya tidak hanya persoalan fikih, melainkan mencakup persoalan-persoalan
yang memenuhi kriteria al-jami’. Ada delapan tema yang minimal harus tercantum
dalam sebuah kitab al-jami’. Delapan tema itu adalah akidah, hukum-hukum fikih,
pemerdekaan budak, etika makan dan minum, tafsir al-Quran, sejarah biografi
tokoh, bepergian, kejadian-kejadian penting, pujian terhadap perjalanan hidup
seseorang.[6]
Sedangkan yang
menamai dengan sunan karena kitab tersebut menghimpun hadis-hadis nabi
berdasarkan bab-bab fikih. kualitas hadis yang diriwayatkan oleh at-Turmuzi dalam
kitabnya bervariasi dari yang sahih, hasan hingga da’if, garib, dan mu’allal.
Secara keseluruhan
kitab sunan at-turmuzi terdiri atas 5 juz, 2.376 bab, dan 3.956 buah hadis.
Kitab
sunan at-turmuzi juga menginspirasi para ulama setelahnya untuk berkarya. Ada
beberapa kita syarah dari sunan at-turmuzi di antaranya sebagai berikut.
1.
Abu Bakar Muhammad bin Abdillah al-Isybili al-‘Arabi yang mengarang kitab
‘Aridatul ahwazi ‘alat-Turmuzi.
2.
Ibn Rajah al-Hambali kitab syarahnya berhubungan dengan pembahasan ‘ilal
yang ada dalamsunan at-Turmuzi.
3.
Imam as-Suyuti asy-Syafi’i yang menulis kitab Qutul Mugtazi ‘ala jami’
at-Turmuzi.
f)
Kitab Sunan Ibnu Majah
Salah satu karya
terbesar Imam Ibnu Majah adalah sunan ibnu majah. Nama asal sunan ibnu majah
adalah as-sunan. Nama ini telah digunakan sendiri oleh ibnu majah, tetapi
kemudian beliau memandang bahwa as-sunan itu terlalu umum karena terdapat
kitab-kitab hadis lain yang dinamakan as-sunan.[7]
Sebagian ulama’ sudah sepakat bahwa kitab hadits yang pokok ada lima (
kutubul-kham’ah), yaitu sahih al-Bukhori, Sahih Muslim, Sunan Abi Daud, Sunan
an-Nasa’i, Sunan at-Turmuzi. Mereka
tidak memasukan Sunan Ibnu Majah mengingat derajat kitab ini lebih rendah dari
kitab lima tersebut. Tetapi sebagian ulama’ yang lain menetapkan enam kitab
hadits pokok, dengan menambahkan Sunan Ibnu Majah sehingga terkenal dengan
sebutan Kutubus-Sittah (Enam Kitab Hadits). Ulama’ pertama yang menjadikan
kitab Sunan Ibnu Majah sebagai kitab
keenam adalah al – Hafiz Abdul Fadli Muhammad bin Tahrir al-maqdisi, dalam
kitabnya Atraf al – Kutub as-Sittah dan dalam risalahnya Syurut
al-A’immatisittah. Pendapat ini kemudian diikuti oleh al-Hafiz Abdul Gani bin
al-Wahid al-Maqdisi dalam kitabnya al-Ikmal fi Asma’ ar-Rijal.
Mereka memasukan Sunan Ibnu Majah sebagai kitab keenam tetapi tidak
memasukan al-muwatta’ imam malik. Padahal kitab ini lebih sahih dari pada kitab
milik Ibnu Majah. Hal ini dikarenakan di dalam sunan Ibnu Majah banyak terdapat
hadits yang tidak tercantum dalam khutubul-Kamsah, sedangkan hadis yang
terdapat di dalam al-Muwatta’ seluruhnya sudah termaktub dalam kutub
al-Khamsah.
Sunan Ibnu Majah merupakan karya terbesar beliau. Dlam kitabnya itu, Ibnu
Majah telah meriwayatkan sebanyak 4000 hadis seperti yang diungkapkan Muhammad
Fuad Abdul Baqi, penulis buku Mu’jam al-Mufahras li Alfazil-Qur’an ( Indeks
Al-Qur’an ), jumlah hadits dalam kitab Sunan Ibnu Majah sebanyak 4.241 hadis.
Sebanyak 3002 diantaranya termaktub dalam lima kitab kumpulan hadis lain. Ia
bukan hanya melingkungi hukum islam, tetapi turut membahas maslah – masalah
akidah dan muamalat. Sunan Ibnu Majah berisi hadis sahih, hasan dan da’if
bahkan hadis munkar dan maudu’ meskipun jumlahnya kecil.[8]
Seperti sunan yang lain, Sunan Ibnu Majah juga di syarahkan oleh beberapa
orang ulama’ yang terkenal, diantaranya;
1.
Jalaluddin as-Suyuti (911 H), syarahnya dinamakan Misbah az-Zujajah ‘Ala
sunan Ibnu Majah.
2.
Asy-Syekh Sirajuddin Umar bin Ali al-Mulqan as-Syafi’i (804), syarahnya
dinamakan Ma Tamasa Ilaihi al-Hajat ‘ala Sunan Ibnu Majah.
3.
Abi-Hasan bin Abdul Hadi as-Sindi (1136 H),
syarahnya Kifayah al-Hajat fi Syarh Ibnu Majah.
4.
Kamaluddin Muhammad bin Musa (808 H), kitabnya dinamakan al-Bajah.
5.
Abdul Gani ad-Dihlawi(128 H), syarahnya dinamakan Injah al-Hajat.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kutubus Sittah dalam Bahasa Indonesia berarti
'Enam Kitab', adalah sebutan yang digunakan untuk merujuk kepada enam buah
kitab induk Hadits dalam Islam Kitab-kitab tersebut menjadi rujukan utama oleh
para pemeluk Islam dalam merujuk kepada perkataan Nabi Muhammad. Kutubus Sittah
digunakan untuk menyebut enam kitab induk hadits, antara lain: Shahih Al Bukhari, Shahih Muslim, Sunan An
Nasa`I, Sunan Abi Dawud, Sunan At Tirmidzi, dan Sunan Ibnu Majah.
DAFTAR PUSTAKA
Rosidin Mukarom Faisan, 2014, Menelaah Ilmu Hadits, Solo: Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri.