Jumat, 08 Juni 2018

Sejarah Pemerintahan Dinasti Abbasiyah


           
Dinasti Abbasiyah

 Pemerintahan dinasti Abbasiyah (132-656 H 1750-1258). Setelah pemerintahan dinasti umayyah jatuh, kekuasaan khilafah jatuh ke tangan bani abbas, keturunan bani hasyim suku quraisy sebagaimana bani umayah juga suku quraisy. Dinasti abbasiyah didirikan oleh Abu al-Abbas seorang keturunan dari paman nabi Muhammad saw. Al-Abbas bin Abn al-Muthalib bin Hasyim. Nama lengkapnya Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Al-abbas bin Abd al-Muthalib. Berdirinya dinasti abbas ini merupakan hasil perjuangan gerakan politik yang di pimpin oleh Abu al-Abbas yang dibantu oleh kaum syiah dan orang-orang persi. Gerakan politik ini berhasil menjatuhkan dinasti umayah di tahun 750 M. Pada tahun ini juga Abu al-Abbas diangkat sebagai khalifah di Kufah (750-754 M). Tapi pembina sebenarnya adalah Abu ja’far al-Mansur, khalifah kedua (754-775 M).
            Dalam mempertahankan kekuasaan, sebagaimana bani umayah, dilakukan dengan cara kekerasan dan intrik-intrik politik. Khalifah-khalifah besar bani abbas yang membawa dinasti ke puncak kejayaan di bidang ekonomi dan perdagangan, politik, sosial, militer, ilmu pengetahuan dan kebudayaan adalah Abu Ja’far al-Mansur, al-Mahdi (775-785 M), Hanin al-Rasyid (785-809 M), Al-Ma’mun (813-833 M), al-Mu’tasim (833-842 M), al-Watsiq (842-847 M), dan Al-Mutawakkil (847-861). Dinasti inilah yang membawa dunia islam menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan dunia, dan menjadi kekuatan raksasa di dunia belahan timur.
            Sistem dan bentuk pemerintahan, struktur organisasi pemerintahan dan administrasi pemerintahan dinasti ini pada hakikatnya tidak jauh berbeda dari dinasti umayah. Namun ada hal-hal baru yang diciptakan oleh bani abbas. Sistem dan bentuk pemerintahan monarki yang dipelopori oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan diteruskan oleh dinasti abbasiyah, dan memakai gelar khalifah. Tapi derajatnya lebih tinggi dari dari gelar khalifah di zaman dinasti umayyah. Khalifah-khalifah abbasiyah menempatkan did mereka sebagai zhillullah fi al-ardh (bayangan Allah di bumi). Pernyataan ini diperkuat dengan ucapan Abu ja’far al-Mansur, “sesungguhnya saya adalah sulthan Allah di bumi-Nya”. Ini mengandung arti bahwa khlifah memperoleh kekuasaan dan kedaulatan dari Allah, bukan dari rakyat. Karena khalifah menganggap kekuasaannya ia peroleh atas kehendak Tuhan dan Tuhan pula yang memberikekuasaan itu kepadanya, maka kekuasaannya bersifat absolut. Sebab, kekuasaannya ia anggap sebagai penjelmaan kekuasaan Tuhan sebagai penguasa tunggal alam semesta. Karena itu pula kekuasaan absolut khalifah-khalifah bani umayyah. Timbulnya interpretasi baru terhadap kedudukn khalifah di zaman abbasiyah, sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Prsia. Karena kota Baghdad, pusat pemerintahan dinasti abbasiyah berada di lingkungan pengaruh persia. Seorang penguasa yang mengklaim bahwa ia memperoleh kekuasaan dari Tuhan, dalam ilmu politik, disebut teori ketuhanan. Teori ini menerangkan bahwa kedaulatan berasal dari Tuhan. Penguasa bertahta atas kehendak Tuhan dan Tuhan pula yang memberi kekuasaan itu kepadanya.
            Struktur organisasi dinasti abbasiyah terdiri dari al-khilafat, al-wizarat, al-kitabat dan al-hijabat. Lembaga khilafah dijabat oleh seorang khalifah sebagai telah disebut di atas, dan suksesi khalifah berjalan secara turun-temurun di lingkungan keluarga dinasti abbasiyah.
            Lembaga al-wizarat (kementerian) dipimpin oleh seorang wazir, seperti menteri zaman sekarang. Lembaga dan jabatan ini baru dalam sejarah pemerintahan islam yang diciptakan oleh khalifah Abu Ja’far al-Mansur. Wazir membawahi kepala-kepala departemen, wazir adalah pembantu dan penasehat utama khalifah, mewakilinya dalam melaksanakan pemerintahan, mengangkat para pejabat negara atas persetujuan khalifah. Wazir juga berkedudukan sebagai kepala pemerintahan eksekutif dan pemimpin angkatan militer. Jabatan wazir pertama dipercayakan oleh Abu Ja’far al-Mansur kepada Khalid bin Barmak, seorang Persia, kemudian turun-temurun ke anak dan ucu-cucunya, karena itu corak pemerintahan dinasti ini banyak dipengaruhi oleh kebudayaan persia, sehingga pengaruh kebudayaan Arab kurang.
            Lembaga al-kitabat terdiri dari beberapa katib(sekretaris). Yang terpenting adalah katib ar-rasail, katib al-kharaj, katib al-jund, katib al-syurthat, dan katib al-qadhi. Tugas masing-masing-masing katib ini sama seperti di zaman dinasti umayah. Lembaga al-hijabat dipimpin oleh al-hajib. Tugasnya sebagaimana pada pemerintahan dinasti umayah. Pejabat al-hajib sebagai kepala rumah tangga istana dan pengawal khalifah berperan mengatur siapa saja yang ingin bertemu dengan khalifah. Tapi di zaman abbasiyah birokrasinya diperketat. Hanya rakyat atau pejabat yang punya urusan benar-benar amat penting yang boleh bertemu langsung dengan khalifah. Itu pun dengan penjagaan ketat. Sebab khalifah telah mendelegasikan tugas dan urusan pemerintahan kepada wazir untuk menyelesaikan setiap masalah. Karena itu khalifah terkurung di dalam istana.
            Lembaga lain adalah al-nizham al-mazhalim, yaitu lembaga yang bertugas memberi penerangan dan pembinaan hukum, menegakkan ketertiban hukum baik di lingkungan pemerintahan maupun di lingkungan masyarakat, dan memutuskan perkara. Lembaga ini mempunyai tiga macam hakim, al-qadhi, al-muhtasib, dan qadhi al-mazhalim atau shahib al-mazhalim dengan tugas yang berbeda.qadhi bertugas memberi penerangan dan pembinaan hukum, menyelesaikan perkara sengketa, perselisihan dan masalah wakaf.
            Adapun pejabat al-muhtasib bertugas mengawas hukum, mengatur ketertiban umum, menyelesaikan masalah-masalah kriminal yang perlu penanganan segera. Al-muhtasib juga bertugas menegakkan amar makruf dan nahi munkar, mengawasi ketertiban pasar, mencegah terjadinya pelanggaran hak-hak tetangga, menghukum orang yang mempermainkan hukum syariat.
            Sedangkan qadhi al-mazhalim bertugas menyelesaikan perkara yang tidak dapat diputuskan oleh qadhi dan muhtasib, meninjau kembali keputusan-keputusan yang dibuat oleh dua hakim tersebut, atau menyelesaikan perkara banding. Badan ini memiliki mahkamat al-mazhalim.
            Adapun sumber-sumber keuangan negara untuk mengii baitul mal terdiri dari al-kharaj (pajak tanah yang berproduksi), zakat dan infak menurut ketentuan syariat, jizyat(pajak perlindungan yang ditarik dari warga negara non muslim), usyur (pungutan terhadap para pedagang asing yang mengimpor barang dagangannya ke wilayah islam), ghanimat(harta rampasan perang) dan sumber-sumber lain.
           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TES EPPS

BAB I PENDAHULUAN   1. Latar Belakang Tes Potensi Akademik adalah sebuah tes yang bertujuan untuk mengukur kemampuan seseorang di ...