BAB I
PENDAHULUAN
1. PENDAHULUAN
Carl Rogers adalah pencipta Person-Centered
Therapy. Dalam pandangan Rogers setiap klien merupakan individu yang pada
dasarnya baik dan memiliki kemampuan memahami diri, memperoleh wawasan
mendalam, sanggup memecahkan masalah, mampu melakukan perubahan dan pertumbuhan.
Konseling dan terapi ini dimaksudkan untuk membantu klien memenuhi potensi unik
mereka dan menjadi pribadinya sendiri.
Pendekatan Rogerian ini menitikneratkan
kemampuan dan tanggung jawab klien untuk mengenali cara pengidentifikasian dan
cara menghadapi realitas secara lebih akurat. Semakin baik klien mengenali
dirinya sendiri, semakin besar kemampuan mereka mengidentifikasikan perilaku
yang paling tepat untuk dirinya.
II. RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaiamana pandangan tentang hakekat manusia dalam
teori dan pendekatan clien-centered?
2.
Apa tujuan konseling dalam teori dan pendekatan
clien-centered?
3.
Bagaiamana fungsi dan peran konselor dalam teori dan
pendekatan clien-centered?
BAB II
PEMBAHASAN
A. LATAR
BELAKANG
Konseling person-center (awalanya bernama Cliend-center) adalah teori
lain yang sama penting dan berpengaruhnya didalam sejarah. Teori ini awalnya
dikembangkan dan diusulkan Carl R. Rogers sebagai reaksi terhadap apa yang
dianggapnya keterbatasan sekaligus pemaksaan psikoanalisi.[1]
Pendekatan person centered therapy merupakan bagian dari aliran
psikologi humanistic yang dikembangkan oleh Carl Ransom Rogers pada awal tahun
1940-an. Sebagai bagian dari psikologi humanistic, maka pendekatan ini muncul
karena adanya reaksi dari orientasi redusionitik dalam teori psikoanalisis dan
behavioristik (DeCarvalho dalam Hansen, 2000). Lebih lanjut, perkembangsn
penedekatan humanistic yang berakar di Amerika menekankan pada kebebasan,
subjektivitas, berkembang searah dengan kaum eksistensialis dan digabungkan
dengan pola piker optimistic rakyat Amerika. Hjelle & Ziegler (1994)
mengungkapkan, bahwa walaupun teori Reorgian ini merupakan bagian dari teori
humanistic, tetapi pada ada tiga perbedaan mendasar.[2]
1.
Pandangan Hakekat Manusia
Pandangan clien-centered tentang sifat manusia menolak konsep tentang
kecenderungan-kecenderungan negative dasar. Sementara beberapa pendekatan
beranggapan bahwa manusia menurut kodratnya adalah irasional dan
berkecenderungan merusak terhadap dirinya sendiri mupun terhadap orang lain
kecuali jika telah menjalani sosialisasi. Rogers menunjukan kepercayaan yang
mendalam pada manusia ia memandang manusia tersosialisai dan bergerakan ke
muka, berjuang untuk berfungsi penuh, serta memiliki kebaikan yang positif pada
intinya yang terdalam. Pendek kata, manusia dipercayai dan karena pada dasarnya
kooperatif dan konstruktif, tidak perlu diadakan pengendalian terhadap
dorongan-dorongan agresifnya.
Pandangan tentang manusia yang positif ini memiliki implikasi-impliksi
yang berarti bagi praktik clien-centered. Berkad pandangan filosofis bahwa
individu memiliki kesanggupan yang inheren untuk menjauhi maladjustment menuju
keadaan psikilogi yang sehat, terapis meletakan tanggung jawab utamanya bagi
proses terapi pada klien. Model clien-centered menolak konsep yang memandang
terapi sebagai otoritas yang mengetahui yang terbaik dan yang memandang klien
sebagai manusia pasif yang hanya mengikuti printah-printah terapis. Oleh karena
itu, terapi clien-centered berakar pada kesanggupan klien untuk sadar dan
membuat keputusan-keputusan.[3]
Dalam teori Rogers, dia
memaparkan suatu konsepsi dasar tentang hakikat manusia, yaitu :
a. Organisme, merupakan keseluruhan individu
(the total individual).
b. Medan phenomenal, merupakan keseluruhan
pengalaman individu (the totally of experience)
c. Self, merupakan bagian dari medan
phenomenal yang terdiferensiasikan dan terdiri dari pola pengamatan dan
penilaian sadar dari I atau Me.
Dari apa yang dijelaskan di atas Rogers dalam Hansem (2000) beranggapan
bahwa semua manusia adalah unik dan mempunyai kemampuan untuk meraih sesuatu
dengan segala kopetensi yang dimilikinya. Kemampuan serta potensi ini dimiliki
oleh setiap manusia dan selalu diharapkan untuk dapat dicapai. Sifat inhern
dari potensi serta kemampuan ini akan dapat dijadikan sebagai acuan untuk
mengetahui apakah kemapuan dan potensi itu dapat diraih (actualizing) atau
tidak dapat diraih (non actualizing).[4]
2.
Tujuan konseling clien-center
Pertanyaan tentang tujuan dalam kerangka kerja person-centered dapat
dijawa dengan dua cara: pertama tujuan masing-masing klien dalam terapi dan
kedua, tujuan secara keseluruhan yang merefleksikan potensi pertumbuhan
manusia. Klien-klien dalam terapi person-cetered bertanggung jawab atas maksud
dan tujuan yang mereka miliki. Selama proses ini klien mungkin mengembangkan
pemahaman yang lebih tentang tujuan mereka sebenarnya. Bagi sebagian klien,
mencapai tujuan personal, dan bukan tujuan yang diberi oleh orang lain, bisa
membutuhkan sesi terapi.[5]
Konseli datang ke ruang konseling dalam keadaan yang tak sejenis.
Keadaan ini terjadi akibat adanya kesenjangan antara cara pandang diri dengan
pengalaman yang sebenarnya terjadi , atau adanya kesenjangan antara self
concept dengan apa yang ingin dia capai.[6]
Tujuan dasar terapi clien-centered adalah menciptakan iklim yang
kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi
penuh. Guna mencapai tujuan terapeutik tersebut, terapis perlu mengusahakan
agar klien bisa memahami hal-hal yang ada dibalik topeng yang dikenakannya.
Klien mengembankan kepura-puraan dan bertopeng sebagai pertahanan terhadap
ancaman.
Apabila dinding itu runtuh selama terapiutik orang macam apa yang muncul
didalam kepura-puraan itu Rogers menguraikan cirri-ciri orang yang bergerak ke
arah menjadi bertambah teraktualkan sebagai berikut:
a. Keterbukaan terhadap pengalaman
Keterbukaan terhadap pengalaman perlu
memandang kenyataan tanpa mengubah bentuknya supaya sesuai dengan sturktur diri
yang tersusun lebih dulu.
b. Kepercayaan terhadap organisme sendiri
Salah satu tujuan terapi ini adalah membantu klien dalam membangun rasa
percaya diri terhadap diri sendiri.
c. Tempat evaluasi internal
Berarti lebih banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi
masalah-masalah keberadaannya.
d. Kesediaan untuk menjadi suatu proses
Para klien dalam terapi menjadi sadar bahwa
pertumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan.[7]
3.
Fungsi dan peran konselor clien-center
Peran konselor adalah fasilitatir dan reflector. Disebut fasilitator
karena konselor memfasilitasi atau mengakomodasi konseli mencapai pemahaman
diri. Disebut reflektor karena konselor mengklarifikasi dan memantulkan kembali
kepada klien perasaan dan sikap yang diekspresikannya terhadap konselor sebagai
representasi orang lain. Dititik ini, konselor clent-centered tidak berusaha
mengarah kepada pemediasian dunia batin konseli melainkan lebih fokus ke
penyediaan sebuah iklim yang didalamnya konseli dimampukan membawa perubahan
dalam dirinya.
I.
PENUTUP
-
Kesimpulan
Pendekatan person centered therapy
merupakan bagian dari aliran psikologi humanistic yang dikembangkan oleh Carl
Ransom Rogers pada awal tahun 1940-an. Carl Rogers beranggapan bahwa setiap
individu pada dasarnya baik. Tujuan dasar terapi clien-centered adalah
menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi seorang
pribadi yang berfungsi penuh. Peran konselor adalah fasilitatir dan reflector.
-
Kritik dan Saran
Demikian makalah mengenai Internet,
semoga dapat bermanfaat. kritik dan saran sangat kami perlukan demi perbaikan
makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Corey, Gerald, 2013, Teori dan Praktek
Konseling dan Psikoterapi, Bandung: Refika Aditama
Gibson, Robert L, Marianne H. Mitchell,
2011, Bimbingan dan Konseling, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hartono, Boy Soedarmadji, 2012, Psikologi
Konseling, Jakarta: Prenandamedia Grup
Nelson, Richard, Jones, 2011, Teori dan
Praktik Konseling dan Terapi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar