Kamis, 07 Juni 2018

Teori dan Pendekatan Client Centered

BAB I

PENDAHULUAN

1. PENDAHULUAN
Carl Rogers adalah pencipta Person-Centered Therapy. Dalam pandangan Rogers setiap klien merupakan individu yang pada dasarnya baik dan memiliki kemampuan memahami diri, memperoleh wawasan mendalam, sanggup memecahkan masalah, mampu melakukan perubahan dan pertumbuhan. Konseling dan terapi ini dimaksudkan untuk membantu klien memenuhi potensi unik mereka dan menjadi pribadinya sendiri.
Pendekatan Rogerian ini menitikneratkan kemampuan dan tanggung jawab klien untuk mengenali cara pengidentifikasian dan cara menghadapi realitas secara lebih akurat. Semakin baik klien mengenali dirinya sendiri, semakin besar kemampuan mereka mengidentifikasikan perilaku yang paling tepat untuk dirinya.

II. RUMUSAN MASALAH

1.            Bagaiamana pandangan tentang hakekat manusia dalam teori dan pendekatan clien-centered?
2.            Apa tujuan konseling dalam teori dan pendekatan clien-centered?
3.            Bagaiamana fungsi dan peran konselor dalam teori dan pendekatan clien-centered?

BAB II
PEMBAHASAN
A. LATAR BELAKANG
Konseling person-center (awalanya bernama Cliend-center) adalah teori lain yang sama penting dan berpengaruhnya didalam sejarah. Teori ini awalnya dikembangkan dan diusulkan Carl R. Rogers sebagai reaksi terhadap apa yang dianggapnya keterbatasan sekaligus pemaksaan psikoanalisi.[1]
Pendekatan person centered therapy merupakan bagian dari aliran psikologi humanistic yang dikembangkan oleh Carl Ransom Rogers pada awal tahun 1940-an. Sebagai bagian dari psikologi humanistic, maka pendekatan ini muncul karena adanya reaksi dari orientasi redusionitik dalam teori psikoanalisis dan behavioristik (DeCarvalho dalam Hansen, 2000). Lebih lanjut, perkembangsn penedekatan humanistic yang berakar di Amerika menekankan pada kebebasan, subjektivitas, berkembang searah dengan kaum eksistensialis dan digabungkan dengan pola piker optimistic rakyat Amerika. Hjelle & Ziegler (1994) mengungkapkan, bahwa walaupun teori Reorgian ini merupakan bagian dari teori humanistic, tetapi pada ada tiga perbedaan mendasar.[2]

1.              Pandangan Hakekat Manusia
Pandangan clien-centered tentang sifat manusia menolak konsep tentang kecenderungan-kecenderungan negative dasar. Sementara beberapa pendekatan beranggapan bahwa manusia menurut kodratnya adalah irasional dan berkecenderungan merusak terhadap dirinya sendiri mupun terhadap orang lain kecuali jika telah menjalani sosialisasi. Rogers menunjukan kepercayaan yang mendalam pada manusia ia memandang manusia tersosialisai dan bergerakan ke muka, berjuang untuk berfungsi penuh, serta memiliki kebaikan yang positif pada intinya yang terdalam. Pendek kata, manusia dipercayai dan karena pada dasarnya kooperatif dan konstruktif, tidak perlu diadakan pengendalian terhadap dorongan-dorongan agresifnya.
Pandangan tentang manusia yang positif ini memiliki implikasi-impliksi yang berarti bagi praktik clien-centered. Berkad pandangan filosofis bahwa individu memiliki kesanggupan yang inheren untuk menjauhi maladjustment menuju keadaan psikilogi yang sehat, terapis meletakan tanggung jawab utamanya bagi proses terapi pada klien. Model clien-centered menolak konsep yang memandang terapi sebagai otoritas yang mengetahui yang terbaik dan yang memandang klien sebagai manusia pasif yang hanya mengikuti printah-printah terapis. Oleh karena itu, terapi clien-centered berakar pada kesanggupan klien untuk sadar dan membuat keputusan-keputusan.[3]
Dalam teori Rogers,  dia memaparkan suatu konsepsi dasar tentang hakikat manusia, yaitu :
a.       Organisme, merupakan keseluruhan individu (the total individual).
b.      Medan phenomenal, merupakan keseluruhan pengalaman individu (the totally of experience)
c.       Self, merupakan bagian dari medan phenomenal yang terdiferensiasikan dan terdiri dari pola pengamatan dan penilaian sadar dari I atau Me.
Dari apa yang dijelaskan di atas Rogers dalam Hansem (2000) beranggapan bahwa semua manusia adalah unik dan mempunyai kemampuan untuk meraih sesuatu dengan segala kopetensi yang dimilikinya. Kemampuan serta potensi ini dimiliki oleh setiap manusia dan selalu diharapkan untuk dapat dicapai. Sifat inhern dari potensi serta kemampuan ini akan dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengetahui apakah kemapuan dan potensi itu dapat diraih (actualizing) atau tidak dapat diraih (non actualizing).[4]
2.              Tujuan konseling clien-center
Pertanyaan tentang tujuan dalam kerangka kerja person-centered dapat dijawa dengan dua cara: pertama tujuan masing-masing klien dalam terapi dan kedua, tujuan secara keseluruhan yang merefleksikan potensi pertumbuhan manusia. Klien-klien dalam terapi person-cetered bertanggung jawab atas maksud dan tujuan yang mereka miliki. Selama proses ini klien mungkin mengembangkan pemahaman yang lebih tentang tujuan mereka sebenarnya. Bagi sebagian klien, mencapai tujuan personal, dan bukan tujuan yang diberi oleh orang lain, bisa membutuhkan sesi terapi.[5]
Konseli datang ke ruang konseling dalam keadaan yang tak sejenis. Keadaan ini terjadi akibat adanya kesenjangan antara cara pandang diri dengan pengalaman yang sebenarnya terjadi , atau adanya kesenjangan antara self concept dengan apa yang ingin dia capai.[6]
Tujuan dasar terapi clien-centered adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh. Guna mencapai tujuan terapeutik tersebut, terapis perlu mengusahakan agar klien bisa memahami hal-hal yang ada dibalik topeng yang dikenakannya. Klien mengembankan kepura-puraan dan bertopeng sebagai pertahanan terhadap ancaman.
Apabila dinding itu runtuh selama terapiutik orang macam apa yang muncul didalam kepura-puraan itu Rogers menguraikan cirri-ciri orang yang bergerak ke arah menjadi bertambah teraktualkan sebagai berikut:


a.       Keterbukaan terhadap pengalaman
Keterbukaan terhadap pengalaman perlu memandang kenyataan tanpa mengubah bentuknya supaya sesuai dengan sturktur diri yang tersusun lebih dulu.
b.      Kepercayaan terhadap organisme sendiri
Salah satu tujuan terapi ini adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya diri terhadap diri sendiri.
c.       Tempat evaluasi internal
Berarti lebih banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah keberadaannya.
d.      Kesediaan untuk menjadi suatu proses
Para klien dalam terapi menjadi sadar bahwa pertumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan.[7]
3.              Fungsi dan peran konselor clien-center
Peran konselor adalah fasilitatir dan reflector. Disebut fasilitator karena konselor memfasilitasi atau mengakomodasi konseli mencapai pemahaman diri. Disebut reflektor karena konselor mengklarifikasi dan memantulkan kembali kepada klien perasaan dan sikap yang diekspresikannya terhadap konselor sebagai representasi orang lain. Dititik ini, konselor clent-centered tidak berusaha mengarah kepada pemediasian dunia batin konseli melainkan lebih fokus ke penyediaan sebuah iklim yang didalamnya konseli dimampukan membawa perubahan dalam dirinya.


             I.            PENUTUP
-          Kesimpulan
Pendekatan person centered therapy merupakan bagian dari aliran psikologi humanistic yang dikembangkan oleh Carl Ransom Rogers pada awal tahun 1940-an. Carl Rogers beranggapan bahwa setiap individu pada dasarnya baik. Tujuan dasar terapi clien-centered adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh. Peran konselor adalah fasilitatir dan reflector.
-          Kritik dan Saran
Demikian makalah mengenai Internet, semoga dapat bermanfaat. kritik dan saran sangat kami perlukan demi perbaikan makalah selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald, 2013, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Bandung: Refika Aditama
Gibson, Robert L, Marianne H. Mitchell, 2011, Bimbingan dan Konseling, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hartono, Boy Soedarmadji, 2012, Psikologi Konseling, Jakarta: Prenandamedia Grup
Nelson, Richard, Jones, 2011, Teori dan Praktik Konseling dan Terapi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar






[1] Robert L. Gibson, Mariane H. Mictchell, Bimbingan dan Konseling, hal 213
[2] Dr Hartono, M.Si., Boy Soedarmadji, S.Pd., M.Pd., Psikologi Konseling edisi revisi, hal 151
[3] Geral Corey, Teori dan Praktek Konseling Psikoterapi, hal 91-92
[4] Dr. Hartono, M.Si., Boy Soedarmadji, S.Pd., M.PD, Psikologi Konseling edisi revisi, hal 153-154
[5] Richad Nelson-Jones, Teori dan Praktik konseling dan Terapi, hal 154-155
[6] Dr. Hartono, M.Si., Boy Soedarmadji, S.Pd., M.Pd., Psikologi Konseling edisi revisi, hal 160
[7] Geral Corey, Teori dan Praktek Konseling Psikoterapi, hal 94-96

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TES EPPS

BAB I PENDAHULUAN   1. Latar Belakang Tes Potensi Akademik adalah sebuah tes yang bertujuan untuk mengukur kemampuan seseorang di ...